Langsung ke konten utama

Layanan Perpustakaan : An Islamic Overview

Abstrak
Manusia diciptakan dengan rasa ingin tahu yang merupakan hak yang melekat pada setiap individu sebagai konsekwensi atas fitrahnya sebagai makhluk terbaik (ahsani taqwim). Manusia mempunyai hak untuk mengetahui sesuatu (right to know), dan karenanya ia mempunyai kebebasan untuk mendapatkan segala bentuk dan jenis informasi (information right) yang diperlukan. Layanan sirkulasi pada suatu perpustakaan pada dasarnya disediakan atas alasan kedua hak asazi tersebut. Dalam pelaksanaan hak-haknya tersebut, sebagai pengguna informasi maka ia terikat dengan etika informasi yang berkenaan layanan sirkulasi yang disediakan oleh suatu perpustakaan.

Pendahuluan
Salah satu kegiatan utama atau jasa utama perpustakaan adalah peminjaman buku dan materi lainnya yang lazim disebut layanan sirkulasi (Sulistyo-Basuki, 1993: 257). Bersama dengan kegiatan akuisisi dan organisasi informasi, layanan sirkulasi merupakan bagian pokok dari tugas perpustakaan, yaitu sebagai bagian dari kegiatan diseminasi informasi (Rowley, ). Pelayanan peminjaman atau sirkulasi adalah kegiatan dalam memberikan pelayanan peminjaman kepada para pemakai bahan-bahan pustaka di perpustakaan (Depag, 2000: 123). Bahan-bahan pustaka yang merupakan koleksi umum suatu perpustakaan biasanya di samping disediakan untuk dibaca para pemakai perpustakaan, juga dapat dipinjam dengan beberapa ketentuan yang telah ditetapkan, baik jumlah maupun waktu peminjamannya.
Tulisan ini tidak bermaksud menjelaskan teknis layanan peminjaman di suatu perpustakaan. Akan tetapi, tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan yang bersifat filosofis terhadap perlunya layanan peminjaman atau sirkulasi di suatu perpustakaan. Sesuai dengan judulnya maka penjelasan ini didasarkan atas pandangan etika agama, yaitu Islam.
Sebagai bagian dari kegiatan pokok perpustakaan, layanan sirkulasi ini tentu tidak hanya didasarkan atas alasan-alasan praktis, akan tetapi harus dilandasai oleh nilai-nilai yang sifatnya lebih substantif. Niilai-nilai substatif inilah yang menjadi landasan perlunya disediakan layanan sirkulasi pada suatu perpustakaan.

Pengertian
Dalam ajaran Islam, pembahasan tentang peminjaman (‘Ariyah) dalam pengertian yang umum banyak dibahas dalam buku-buku fiqih (hukum Islam). Para ilmu fiqih telah memberikan arti terminologis terhadap peminjaman (‘Ariyah). Penulis kitab Fiqh al-Sunnah, Sayyid Sabiq (1983: 232) dalam kitabnya pada juz 2 menyebutkan pengertian peminjaman menurut ulama ahli fiqih sebagai pembolehan oleh pemilik suatu benda untuk dimanfaatkan oleh orang lain dengan tanpa imbalan biaya. Imam Taqiyuddin Abubakar al-Husaini (1995: 654) dalam kitab Kifayah al-Ahyar juz 1 mengutip pendapat Ibnu Rif’ah bahwa hakikat peminjaman atau ‘ariyah memperbolehkan mengambil manfaat terhadap apa yang dibolehkan syara’ memanfaatkannya dengan syarat kekal dzatnya untuk dikembalikan kepada yang punya. Selanjutnya ia juga mengutip pendapat Al-Mawardi bahwa peminjaman adalah mendermakan manfaat suatu benda.
Abdurrahman al-Jaziri (1991: 269) lebih lanjut dalam Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Madzhab al-Arba’ah mengutip pengertian peminjaman menurut beberapa ulama madzhab sebagai berikut :
1. Peminjaman (‘Ariyah) adalah memberikan hak memiliki manfaat yang sifatnya temporer dengan tanpa imbalan biaya (Pendapat Ulama Madzhab Maliki)
2. Peminjaman (‘Ariyah) adalah memberikan hak memiliki manfaat secara cuma-cuma. (Pendapat ulama madzhab Hanafi)
3. Peminjaman adalah membolehkan mengambil manfaat atas kepemilikan seseorang dengan cara yang halal dan dengan tetap menjaga keutuhannya (Pendapat Ulama Madzhab Syafi’I)
4. Peminjaman adalah mengambil manfaat atas pemilik barang atau pemiliki manfaat barang untuk masa tertentu atau secara mutlak dengan tanpa imbalan biaya. (pendapat ulama madzhan Hanbali).
Dari beberapa pengertian tersebut, menurut pendapat penulis, bahwa dalam suatu peminjaman terdapat beberapa makna, yaitu sebagai berikut :
a. Peminjaman dilakukan karena alasan pemanfaatan, yaitu bahwa peminjam hendak memanfaatkan atau mengambil manfaat dari suatu benda atau bahan.
b. Peminjaman dilakukan tanpa harus membayar. Hal ini berbeda dengan jual beli di mana pembeli harus membayar dalam jumlah tertentu untuk mendapatkan suatu barang atau bahan.
c. Peminjaman dilakukan dengan etika atau peraturan tertentu yang mengikat si peminjam seperti batas waktu peminjaman, menjaga barang atau bahan yang dipinjam, dan lain-lain.
Dengan demikian, layanan peminjaman atau sirkulasi di perpustakaan dimaksudkan adalah kegiatan untuk memberikan kesempatan kepada pemakai perpustakaan untuk untuk memanfaatkan atau mengambil manfaat dari isi buku-buku atau koleksi tanpa harus membayarnya, dan bagi peminjam terikat dengan beberapa ketentuan atau etika tertentu sebagai bentuk tanggung jawabnya. Seorang peminjam pada satu sisi mendapatkan hak memanfaatkan isi buku atau bahan-bahan lainnya untuk berbagai keperluannya, dan pada sisi yang lain mempunyai kewajiban untuk menjaga dan mengembalikan bahan-bahan yang dipinjamnya. Jika peminjam tidak dapat menjaga atau mengembalikan bahan-bahan yang dipinjamnya, maka ia berarti telah melanggar ketentuan atau etika di dalam peminjaman, dan karena ia dapat diberikan hukuman.
Dalam perspektif Islam kegiatan peminjaman termasuk kegiatan peminjaman koleksi di perpustakaan adalah boleh (mubah), dan bahkan dianjurkan (mandub). Sayyid Sabiq (1983: 67) mengategorikan peminjaman sebagai bentuk perbuatan tolong menolong, dan karenanya hukumnya sunnah. Imam Abu Hanifah dalam kitab al-Fatawa al-Hindiyah Juz 5 halaman 378 menyebutkan bahwa ”seorang pelajar tidak dibenarkan untuk berlaku kikir terhadap ilmunya ketika seseorang meminjam buku dari dirinya....”. Khalil al-Maliki seperti dikuti Shalih Ibn Muhammad Al-Rasyid (2004: 32) mengatakan : “Dibenarkan dan dianjurkan (mandub) tindakan meminjamkan buku-buku yang mengandung manfaat”. Kegiatan meminjamkan dapat dipandang sebagai suatu kebajikan karena memberi manfaat kepada orang lain. Dalam Al-Qur’an Allah SWT. memerintahkan kepada manusia untuk berbuat kebajikan.
“Tolong menolonglah kamu untuk berbuat kebajikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan” (QS: Al-maidah: 2).

“Dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan “ (QS: al-Hajj: 77)
Kedua ayat tersebut mempunyai makna bahwa dalam hidup hendaklah manusia berbuat tolong menolong termasuk memberikan peminjaman, karena memberikan peminjaman merupakan satu kebajikan, dan setiap kebajikan merupakan shadaqah.
Dalam ayat yang lain Allah SWT. mengecam orang yang menahan atau menghalangi atas pemanfaatn barang yang berguna. Dalam surat al-Ma’un, Allah SWT. berfirman sebagai berikut :

“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalat mereka, orang-orang yang berbuat riya, dan yang menghalangi (menolong dengan) barang yang berguna”. (QS: Al-Ma’un: 4-7).

Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan tafsir atas ayat tersebut khususnya ayat terakhir, yaitu sikap menahan atau tidak mau melolong atas barang yang berguna berarti tidak berbuat ikhsan dalam beribadah kepada Tuhannya, dan tidak berbuat ikhsan kepada sesamanya, sampai-sampai tidak mau meminjamkan barang yang dapat dimanfaatkan dan digunakan orang lain walaupun barang itu akan tetap ada dan kembali kepada mereka.(al-Rifai, 2000: 1055). Buku termasuk dalam kategori barang yang berguna karena dapat memberikan kemanfaatan bagi orang lain. Oleh karenanya tidak dibenarkan menghalangi dari meminjamkan buku kepada orang yang memerlukannya.

Information Right (Hak Informasi)
Manusia diciptakan oleh Allah SWT. SWT sebagai makhluk yang terbaik (ahsani taqwim). Kelebihan manusia dari makhluk lainnya tersebut karena manusia diciptakan dengan diberikan kemampuan intelektual, kemampuan berfikir yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Dalam Surat Al-Tin Allah SWT. berfirman sebagai berikut:
“Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS: 95: 4).
Al-Raghib al-Ashfahani, seorang pakar bahasa al-qur’an mengemukakan pendapatnya tentang ayat tersebut. Ia memandang kata taqwim di sini merupakan isyarat tentang keistimewaan manusia dibanding binatang, yaitu karena akal, pemahaman, dan bentuk fisiknya yang tegak lurus (Shihab, 2003: 378). Potensi intelektual manusia inilah yang menyebabkan manusia dipilih sebagai khalifah di muka bumi. Dengan kemampuan akalnya manusia dapat membedakan yang baik dari yang buruk, yang haq dari yang bathil. Dalam surat yang lain, Allah SWT. menggambarkan tentang keunggulan manusia dibandingkan dengan para malaikat. Dalam surat al-Baqarah Allah SWT. memerintahkan para malaikat untuk sujud kepada Nabi Adam AS. Menurt Ibn Katsir bahwa keunggulan manusia atas malaikat tersebut karena manusia dibekali akal fikiran yang menjadikan manusia memiliki ilmu pengetahuan.
Berkaitan dengan kemampuan akal pikiran, manusia mempunyai naluri ingin tahu. Rasa ingin tahu inilah yang mendorong manusia untuk belajar dan meneliti rahasia Allah SWT. yang ada di bumi dan di langit. Rasa ingin tahu ini merupakan suatu hak yang telah melekat di dalam diri manusia sebagai konsekwensi dari kemampuan berfikir yang telah diberikan Allah SWT. sebagai suatu fithrah. Manusia mempunyai mempunyai hak untuk tahu (right to know) tentang segala sesuatu yang terjadi di alam ini. Oleh karena itu pulalah manusia berhak mendapatkan atau mengakses informasi yang dikehendakinya karena merupakan bagian dari hak azasi manusia (information right), dan bahkan menjadi bagian dari fithrahnya. Manusia memerlukan informasi sebagai suatu kebutuhan yang berasal dari dalam dirinya. Manusia dalam berbagai tingkat usia dan beragam profesinya memerlukan informasi dalam berbagai bentuknya karena berbagai alasan.
Layanan sirkulasi yang dilakukan oleh suatu perpustakaan pada dasarnya dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada para pemakainya untuk mendapatkan informasi yang diperlukan. Dan dengan demikian merupakan bagian pemenuhan dari hak azasi manusia, yaitu hak untuk mendapatkan informasi (information right). Manusia karena berbagai keterbatasan yang dimiliki tidak bisa mendapatkan suatu buku atau terbitan lainnya. Karena keterbatasan faktor finansial, seseorang tidak dapat membeli suatu buku atau berlangganan majalah padahal ia sangat memerlukannya. Karena keterbatasan waktu yang dimiliki, baik karena sibuk bekerja atau karena alasan lain tidak dapat membaca bahan-bahan atau koleksi di dalam perpustakaan. Karena berbagai alasan tersebut mendorong seseorang untuk meminjam bahan-bahan yang diperlukan di perpustakaan. Oleh karena itu pulalah hendaknya perpustakaan menyediakan layanan sebagai bagian dari jasa yang diberikan kepada pemakai.
Dalam perspektif Islam, meminjamkan suatu buku atau bahan lainnya merupakan bagian dari pemanfaatan suatu ilmu. Dalam ajaran Islam, suatu ilmu harus diamalkan. Konsep ilmu di dalam Islam memiliki dimensi tidak saja bersifat vertikal, bahwa ilmu berasal dari Allah SWT. , akan tetapi juga memiliki dimensi horizontal, yaitu bahwa ilmu harus dapat mempunyai kegunaan kepada orang lain. Oleh karena itulah suatu ilmu harus disebarluaskan kepada orang lain. Dalam suatu hadits, Nabi SAW mengatakan sebagai berikut :
“Jadilah engkau orang yang menyebarluaskan ilmu atau orang yang belajar ilmu pengetahuan, atau jadilah pendengar atau pecinta terhadap ilmu pengetahuan, dan janganlah menjadi orang yang kelima karena engkau akan binasa”.(al-Hadits)
Dengan demikian, konsep peminjaman buku sebagai media penyimpanan ilmu pengetahun (informasi) berkaitan erat dari ajaran untuk menyebarluaskan ilmu. Penyebarluasan ilmu sebagai suatu ajaran yang dikehendaki Allah SWT. pada dasarnya karena di dalam suatu ilmu terdapat hak orang lain, yaitu hak untuk mengetahui yang merupakan suatu fitrah manusia. Tidak mau meminjamkan buku berarti tindakan menyembunyikan ilmu yang sangat dilarang dalam ajaran Islam karena telah melanggar hak asazi manusia. Shalih Ibn Muhammad Al-Rasyid (2004: 24) mengutip suatu riwayat sebagai berikut :
“Al-Khathib al-Baghdadi telah menyebutkan di dalam kitab Jami’-nya dengan sanad dari Yunus bin Yazid. Az-Zuhri berkata kepada Yunus ; hai Yunus, janganlah engkau melakukan kecurangan berkenaan dengan buku !, yaitu menahannya dari pandangan pemiliknya”.
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa di dalam suatu karya terdapat hak orang lain, dan karenanya menahan atau menyembunyikan karya tersebut sehingga tidak memberi kesempatan kepada orang lain untuk memanfaatkannya merupakan suatu bentuk kecurangan, dan bahkan suatu bentuk kekikiran. Franz Rosenthall (1996: 27) mengutip sebuah hadits yang disampaikan oleh Waki’ tentang peminjaman buku ini sebagai berikut :
“rahmat pertama yang diperoleh orang yang sibuk (menyampaikan) hadits adalah (kenyataan bahwa dia punya kesempatan untuk) meminjamkan buku kepada orang lain”. (Al-Hadits)
Kutipan tersebut mempunyai pengertian bahwa orang yang meminjamkan buku akan mendapatkan suatu rahmat dari Allah SWT.

Etika Peminjaman

Dalam ajaran Islam, konsep peminjaman termasuk peminjaman buku berkaitan dengan masalah etika. Sebagai pengguna informasi sebagaimana penggunaan benda atau bahan lainnya yang bukan merupakan milikinya terdapat etika yang harus dipatuhi. Seperti dikemukakan di atas tentang pengertian peminjaman, maka bagi peminjam sebagai pihak yang mengambil manfaat atas suatu barang atau bahan harus menjaga barang atau barang yang dipinjamnya.
Frans Rosenthal (1996: 28-33) telah mengutip pendapat Ibn Jama’ah dan Al-Almawi dalam karyanya masing-masing “Tadzkirat al-Sami’ wa al-Mutakallim fi Adab al-Ilm wa al-Muta’allim” dan “Mu’id fi Adab al-Mufid wa al-Mustafid”. Dalam kedua buku tersebut di dalam salah satu babnya menjelaskan berkenaan dengan etika informasi ini. Dalam karyanya tersebut antara lain disebutkan beberpa etika berkenaan dengan etika peminjaman buku, yaitu :
1. Pengguna atau peminjam buku hendaknya tidak berlambat-lambat mengembalikan buku tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan, dan peminjam harus berterima kasih kepada orang yang meminjamkan. Apabila pemilik buku meminta untuk mengembalikannya, maka peminjam dilarang menahannya.
2. Peminjam tidak boleh membuat catatan-catatan terhadap buku yang dipinjam sekalipun hal tersebut merupakan koreksi atas isi buku, kecuali pemilik buku sengaja menyediakan halaman kosong untuk pengoreksian.
3. Buku pinjaman tidak boleh dipinjamkan pada pihak ketiga (orang lain).
4. Buku pinjaman tidak boleh disalin (digandakan) baik sebagian atau keseluruhan tanpa izin pemiliknya.
5. Sebuah buku tidak boleh diletakkan di atas tanah, akan tetapi harus diletakkan pada tempat yang agak tinggi. Hal ini dilakukan untuk melindungi buku dari kelembaban yang dapat merusak buku.
6. Buku-buku tidak boleh dijadikan tempat menyimpan lembaran-lembaran kertas atau benda-benda lain yang serupa.
7. Buku tidak boleh dijadikan bantal, kipas, sandaran punggung atau alas berbaring, atau untuk membunuh lalat.
8. Pinggir atau sudut halaman buku tidak boleh dilipat. Orang yang membaca buku seringkali melakukan hal ini untuk membuat tanda pembatas atas halaman yang telah dibacanya. Hal ini seperti tidak boleh dilakukan.
Beberapa ketentuan di dalam memperlakukan buku tersebut di atas merupakan suatu etika yang mengikat bagi pengguna atau peminjam buku.

Penutup

Berdasarkan atas uraian tersebut di atas, maka konsep peminjaman atau layanan sirkulasi yang disediakan oleh suatu perpustakaan pada dasarnya mengacu pada usaha pemenuhan hak-hak pemakai sebagai pengguna informasi. Pemakai perpustakaan pada dasarnya merupakan seorang individu yang mempunyai hak untuk mengetahui sesuatu (right to know) sebagai konsekwensi dari fitrah penciptaan, dan karenanya ia berhak mendapat atau mengakses informasi yang diperlukannya (information right). Koleksi perpustakaan merupakan ‘gudang informasi’ yang diperuntukan untuk pemakai agar ia dapat melaksanakan hak-haknya tersebut. Dalam pelaksanaan hak-haknya sebagai pengguna informasi, ia terikat dengan berbagai ketentuan peminjaman koleksi sebagai suatu bentuk etika informasi yang harus dipatuhinya. Pelaksanaan hak tidak boleh melanggar etika yang berlaku.


Daftar Pustaka


Al-Qur’an al-Karim.

Rosenthal, Franz. 1996. Etika Kesarjanaan Muslim dari Al-Farabi hingga Ibn Khaldun. Bandung: Mizan.
Al-Rasyid, Shalih Ibn Muhammad. 2004.Buku ini Aku Pinjam : Tip Baca Buku. Jakarta: Darl Falah.
Shihab, M. Quraish. 2003. Tafsir al-Mishbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Sulistyo-Basuki. 1993. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia.
Taylor, 199?. Organization Information.
Departemen Agama RI. 2000. Buku Pedoman Perpustakaan Dinas. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Al-Jaziri, Abdurrahman. 1991. Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Madzhab al-Arba’ah. Beirut: Dar al-Fikr.
Sabiq. Sayyid. 1983. Fiqh al-Sunnah. Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Husaini, Taqiyuddin Abubakar. 1995. Kifayatul Akhyar. Surabaya: Bina Iman.
Al-Rifai, Muhammad Nasib. 2000. Kemudahan dari Allah : Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 4. Jakarta: Gema Insani Press.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Falsafah Iqra' dan Kepustakawanan Islam

  “ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS. 96: 1-5). Agama Islam diturunkan oleh Allah SWT.   sebagai agama bagi seluruh umat manusia. Ajaran-ajaran agama Islam yang sumber pada wahyu baik berupa al-Qur’an maupun hadits diyakini telah memuat ajaran-ajaran yang bersifat konprehensif dan universal. Al-Qur’an sebagai sumber pokok ajaran Islam telah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, dan berlaku sepanjang zaman. Selanjutnya hadits-hadits Nabi menjadi penjelasan ( al-bayan ), penguat ( al-ta’kid ), dan pemberi rincian ( al-tafshil ) pelaksanaan ajaran agama. Karakteristik komprehensifitas (kemenyeluruhan) al-Qur’an tersebut bukan berarti sumber-sumber pokok ajaran Islam tersebut telah mengatur se

Dunia Perbukuan Pada Masa Kejayaan Islam

Oleh : Agus Rifai Pustakawan Madya pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tradisi kepustakawanan tidak dapat dilepaskan dari dunia perbukuan. Buku merupakan salah satu bentuk media penyimpan informasi yang paling banyak dikenal masyarakat, dan merupakan salah satu jenis koleksi yang paling mendominasi di berbagai perpustakaan. Demikian pula dalam sejarah perpustakaan, buku merupakan sumber awal tumbuh dan berkembangnya perpustakaan-perpustakaan tanpa kecuali di dunia Islam.

Tentang Kepustakawanan Islam

Istilah kepustakawanan merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris, yaitu librarianship yang berasal dari kata librarian . Librarian   dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan pustakawan, yaitu seseorang yang bekerja di perpustakaan atau petugas perpustakaan yang mendapat pendidikan ilmu perpustakaan (Neufeldt, 1996). Dengan merujuk pada pengertian ini sesungguhnya kepustakawan merujuk pada tugas-tugas atau kegiatan pustakawan dalam kaitannya dengan perpustakaan, atau kegiatan dalam upaya-upaya pelaksanaan tugas-tugas dan pengembangan perpustakaan.