Istilah kepustakawanan merupakan terjemahan
dari kata bahasa Inggris, yaitu librarianship
yang berasal dari kata librarian.
Librarian dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan
pustakawan, yaitu seseorang yang bekerja di perpustakaan atau petugas
perpustakaan yang mendapat pendidikan ilmu perpustakaan (Neufeldt, 1996). Dengan
merujuk pada pengertian ini sesungguhnya kepustakawan merujuk pada tugas-tugas
atau kegiatan pustakawan dalam kaitannya dengan perpustakaan, atau kegiatan
dalam upaya-upaya pelaksanaan tugas-tugas dan pengembangan perpustakaan.
Menurut Gates (1968), dalam ilmu
perpustakaan, istilah kepustakawanan tidak hanya menunjukkan pada pengertian
profesi pustakawan, akan tetapi menunjukkan pada pengertian kondisi (condition), kantor (office), dan profesi (profession).
Hal ini berarti bahwa istilah kepustakawanan mengandung pengertian hal-hal yang
berkaitan dengan kondisi atau keadaan perpustakaan, perpustakaan sebagai unit
kerja atau kantor, dan tugas-tugas (duties)
perpustakaan di mana pustakawan adalah orang-orang yang melaksanakan
tugas-tugas perpustakaan. Sulistyo-Basuki (1993) mengartikan kepustakawanan
dengan penerapan pengetahuan atau
ilmu perpustakaan di dalam kegiatan perpustakaan, dan perluasaan jasa
perpustakaan. Kepustakawanan menyangkut segala
aspek yang menyangkut perpustakaan, mulai dari kegiatan pengadaan, pengolahan,
temu balik, hingga penyebaran informasi untuk pembaca serta penerapan
pengetahuan (ilmu perpustakaan) dalam berbagai kegiatan tersebut. Ilmu
perpustakaan sebagaimana disiplin ilmu lainnya diciptakan tidaklah semata-mata
ditujukan untuk keilmuan belaka, akan tetapi juga harus dapat diaplikasikan
untuk kemanfaatan hidup manusia.Dengan
demikian istilah kepustakawanan mencakup pengertian yang luas dalam bidang ilmu
perpustakaan baik teori maupun praktek. Kepustakawanan meliputi sejarah
perpustakaan, lembaga perpustakaan dan tugas-tugasnya, profesi pustakawan, dan
hal-hal lainnya yang berkaitan dengan dunia perpustakaan. Kemudian, apakah kepustakawanan Islam itu, dan adakah
konsep kepustakawanan dalam Islam itu?
Sebagai suatu konsep, istilah kepustakawanan Islam (Islamic librarianship) setidaknya dapat
menunjukkan dua aspek utama. Pertama bahwa
kepustakawanan Islam menunjukkan aspek-aspek ajaran Islam yang berkaitan dengan
teori atau ilmu perpustakaan. Sebagaimana keilmuan lainnya, seperti sains,
sosiologi, ekonomi, politik, dan hukum, maka perpustakaan juga merupakan bagian
dari keilmuan yang juga memiliki landasan teologis dalam ajaran Islam. Al-Qur’an sebagai sumber pokok ajaran Islam
bukanlah kitab atau buku sosiologi, bukan buku ekonomi, dan juga bukan buku
ilmu lainnya, termasuk juga bukan buku tentang perpustakaan, akan tetapi dalam Al-Qur’an terdapat isyarat-isyarat
ilmiah yang berkaitan dengan beragam disiplin ilmu, termasuk ilmu perpustakaan.
Al-Qur’an merupakan sumber dari berbagai macam ilmu pengetahuan. Bagi seorang
sosiolog, al-Qur’an merupakan sumber inspirasi dan landasan dalam pengembangan
keilmuan di bidang sosial. Bagi ahli ekonomi maupun politik, al-Qur’an
merupakan kitab yang telah berisi dasar-dasar tentang ekonomi dan politik.
Demikian juga bagi ahli-ahli di bidang keilmuan lainnya termasuk di bidang
perpustakaan. Al-Qur’an telah memberikan
dasar-dasar bagi keilmuan perpustakaan.
Selanjutnya, atau kedua, istilah kepustakawan Islam menunjukkan pada
tradisi atau praktek di bidang ilmu perpustakaan yang berlangsung di dunia
Islam. Dalam kerangka ini, maka kepustakawanan Islam berarti sejarah tentang
perpustakaan di dunia Islam, baik yang menyangkut lembaga perpustakaan, tugas
dan fungsi perpustakaan, profesi
pustakawan, dan hal-hal lainnya menyangkut penyelenggaraan perpustakaan.
Meskipun demikian, di dunia Islam, tradisi kepustakawanan Islam tidaklah
terlepas dari ajaran-ajaran Islam sebagai landasan keilmuan. Oleh karena itu,
kepustakawanan Islam merupakan sesuatu yang khas yang tidak terdapat dalam
tradisi kepustakawanan pada agama lain. Hal ini karena tradisi keilmuan pada
masyarakat di luar Islam merupakan sesuatu yang terpisah dari ajaran agama
(sekular), dan oleh karenanya sering terjadi pertentangan antara agama dengan
ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, tradisi ilmu pengetahuan di kalangan
masyarakat di luar Islam kurang atau tidak memiliki landasan yang kuat dalam
ajaran agama.
Sebagai
suatu tradisi, kepustakawan Islam merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari sejarah Islam atau sejarah umat Islam itu sendiri. Sejak awal
kelahirannya, Islam telah mengenalkan tradisi kepustakawanan, dan bahkan Islam
juga telah meletakkan pondasi bagi tumbuh dan berkembangnya tradisi
kepustakawanan ini. Hal ini terbukti dengan adanya pertumbuhan dan perkembangan
perpustakaan di kalangan umat Islam
sebagai bagian dari suatu peradaban yang dibangun.
Berkaitan
dengan hal ini, menarik untuk dicermati lebih dalam apa yang dikemukakan oleh
seorang ahli sejarah sosial dan intelektual yang bernama Goerge Makdisi. Menurut George Makdisi (1981, 1990),
dalam sejarah kepustakawanan Islam terdapat beberapa istilah yang digunakan
untuk menyebutkan suatu perpustakaan. Berdasarkan penelitiannya, nama-nama yang
digunakan untuk menyebutkan suatu perpustakaan adalah kata-kata seperti dar (house),
bait (room), dan khizanah (closet) yang dikombinasikan dengan
kata-kata seperti ‘ilm (knowledge), hikmah (wisdom), dan kutub
(books). Dari penggabungan kedua kata tersebut kemudian terbentuk
istilah-istilah seperti bait al-hikmah, khizanah al-hikmah, dar al-hikmah,
bait al-ilm, khizanah al-ilm, dar al-ilm, bait al-kutub, khizanah al-kutub, dan
dar al-kutub. Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah terdapat satu
perpustakaan yang sangat tersohor yang disebut bait al-hikmah, atau ada
juga yang menyebutnya khizanah al-hikmah yang merupakan perpustakaan
terbesar pada masanya yang awal pendiriannya dilakukan oleh khalifah Harun
al-Rasyid, dan kemudian dikembangkan oleh khalifah al-Ma’mun (Ahmad Amin,
1984). Di Kairo, Mesir, pada masa Dinasti Fatimiyah berdiri Perpustakaan Dar
al-Hikmah atau Dar al-Ilm oleh khalifah al-Hakim Ibn Amr Allah tahun
395 H. (Syalabi, 1954). Di Naisabur terdapat perpustakaan dengan nama Dar
al-Ilm atau Khizanah al-Kutub yang
didirikan oleh Abu Naser Sabur Ibn al-Dasyir (Al-Baghdadi, 1996).
Istilah-istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan suatu perpustakaan yang
berfungsi sebagai layanan tempat baca, akademi, dan tempat pertemuan untuk
diskusi.
Dengan
demikian, sesungguhnya tradisi kepustakawanan Islam memiliki karakteristik yang
unik, dan bahkan mendapatkan landasan yang kuat dalam sejarah kepustakawanan
Islam, baik landasan historis maupun landasan teologis. Dasar-dasar yang
melandasi tentang konsep kepustakawanan Islam akan diuraikan pada tulisan berikutnya.
terimakasih atas buku perpustakaan islam yang bapak buat, sangat membantu sekali dalam perkuliahan ilmu perpustakaan khususnya mengenal bagaimana kepustakawanan islam itu sendiri. terimakasih pak....
BalasHapus