Langsung ke konten utama

Sains dan Kepustakawanan Islam : Catatan Awal



Library
Here is where people,
One frequently finds,
Lower their voices
And raise their minds

Light Armour McGraw-Hill, 1954.
Richard Armour

Zaman keemasan Islam yang dicapai pada masa klasik telah mewariskan berbagai kemajuan di berbagai bidang kehidupan, baik sosial, politik, maupun intelektual.  Kemajuan tersebut dinyatakan oleh Hitti sebagai pencapaian yang luar biasa sehingga ia menyebutka sebagai sebagai abad keemasan atau the golden Age of Islam. Salah satu indikator dari kemajuan tersebut adalah pencapaian umat Islam dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang diraih umat Islam masa klasik tersebut juga banyak diakui  oleh para ilmuwan maupun sejarawan lain seperti Kneller (1978), Hill (1993), Sarton (1972), Nasr (1968), dan lain-lain. Para ilmuwan-ilmuwan tersebut semua mengakui bahwa orang-orang Islam tidak saja telah berhasil dalam melakukan transmisi ilmu-ilmu asing ke dalam dunia Islam, akan tetapi juga telah berhasil dalam melakukan kreasi-kreasi baru yang sangat berharga dalam membangun peradaban modern.  Bahkan, para ilmuwan muslim tersebut juga telah berhasil meletakan dasar-dasar yang penting bagi tradisi ilmiah Islam yang spesifik. Landasan teologis yang didasarkan atas prinsip tauhid telah mewarnai bangunan epistemologi ilmu pengetahuan di dunia Islam. Konsep ilmu yang –memang- seharusnya ’membumi’ untuk kemaslahatan umat manusia tidak tercerabut dari akar teologis atau spiritualnya, yaitu Allah SWT sebagai   sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan (Osman Bakar, 1996).
Menarik untuk dicermati bahwa perkembangan ilmu pengetahuan yang dicapai pada periode ini juga ditandai perkembangan perpustakaan yang  sangat pesat di tengah-tengah masyarakat. Perpustakaan telah berkembang menjadi institusi akademis yang menjadi pusat kajian, di samping perannya sebagai gerbang dan tempat pelestarian ilmu pengetahuan. Hal ini bukanlah merupakan fenomena yang ’kebetulan’,  akan tetapi jika dicermati memang terdapat hubungan yang erat  antara perpustakaan dengan ilmu pengetahuan. Pada satu sisi, perkembangan ilmu pengetahuan di dunia manapun memerlukan dukungan suatu lembaga yang secara khusus mampu menyimpan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Di sisi lainnya maka sesungguhnya perpustakaan hanya akan berkembang pada suatu masyarakat yang menaruh perhatian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan sebagaimana yang dapat disaksikan dalam sejarah Islam.
Hubungan antara sejarah ilmu pengetahuan dan kepustakawanan mempunyai makna yang luas. Keberadaan perpustakaan selain berfungsi sebagai suatu institusi atau lembaga yang berperan dalam penyimpanan dan pelestarian beragam ilmu pengetahuan  sebagai suatu khazanah umat manusia, beserta pengelolaan dan penyebarluasnya bagi kemaslahatan umat manusia, dalam batas-batas tertentu sesungguh tradisi kepustakawanan juga dapat menjadi ukuran bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Kegiatan kepustakawanan dapat menjelaskan tradisi ilmiah yang berlangsung di masyarakat dengan berbagai pencapaian ilmu pengetahuan pengetahuan.  Berbagai literature ilmu pengetahuan dengan keanekaragaman subjek  akan terrekam atau tersimpan dalam koleksi perpustakaan yang menggambarkan tingkat pencapaian peradaban, khususnya di bidang ilmu pengetahuan. Selain itu, perpustakaan juga mampu berperan sebagai pusat kajian bagi berbagai bidang ilmu pengetahuan sebagaimana ditunjukkan dalam sejarah Islam. Perpustakaan-perpustakaan seperti Bayt al-Hikmah di Bangdad, perpustakaan Dar al-Hikmah di Kairo, perpustakaan Dar al-Ilm di Naishabur, dan perpustakaan-perpustakaan lainnya telah menjadi saksi bagi kedekatan hubungan antara sains dan kepustakawanan. 
Jika kita membaca berbagai literatur sejarah Islam, pada masa keemasan Islam, perpustakaan-perpustakaan tumbuh dengan subur. Di berbagai wilayah dan kota berdiri perpustakaan sebagai tempat rujukan dan kegiatan ilmiah. John F. Draper seperti dikutip Atwajri (1997: 80) dalam Intellectual Development of Europe melukiskan dengan penuh kagum bagaimana orang-orang Islam mendirikan perpustakaan-perpustakaan di kota-kota utamanya. Pada akhir abad kedua (hijrah) Islam telah mendirikan tidak kurang dari 70 perpustakaan. Mehdi Nakosteen (1996: 93) mencatat beberapa perpustakaan penting Islam. Menurutnya, perpustakaan-perpustakaan di Timur yaitu dari Baghdad sampai Nisabur pada masa kejayaan sampai sebelum bangsa Mongol menghancurkannya terdapat tiga puluh enam (36) perpustakaan, dan di antaranya adalah Bayt al-Hikmah pada masa al-Ma’mun.
Oleh karena itu, dalam sejarah umat manusia, perkembangan tingkat pencapaian ilmu pengetahuan berkaitan erat dengan perkembangan perpustakaan sebagai salah satu pondasinya. Perpustakaan akan berkembang dengan baik dalam masyarakat atau pada suatu bangsa yang berperadaban atau menghargai ilmu pengetahuan. Demikian pula sebaliknya, pada masyarakat yang kurang menghargai ilmu pengetahun, maka perpustakaan tidak berkembang dengan baik. Di samping itu, mempelajari perkembangan ilmu pengetahuan juga dapat dilakukan dengan mengadakan kajian terhadap berbagai koleksi yang tersimpan di perpustakaan.

Bacaan :
 
  1. Osman Bakar, Classification of Knowledge in Islam : A Study in Islamic Philosophies of Science, diterjemahkan oleh Purwanto dalam Hierarkhi Ilmu : Membangun rangka pikir Islamisasi Ilmu Menurut Al-Farabi, Al-Ghazali, Quthb al-Din al-Syirazi. Bandung: Mizan,  1997
  2. Ahmed O. Altwajri, Academic Freedom in Islam and the West : A Study of Fundamental  Philosophy of Academic Freedom in Islam and the West Liberalism. Terjemahan Islam, Barat dan kebebasan akademisoleh Mufid. Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997
  3. Mehdi Nakosteen,  History of Islamic Origins of Western Education A.D. 800 – 1350 : With an Introduction to Medieval Muslim Education. Terjemahan Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat : Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam oleh Joko S. Kahhar & Suriyanto Abdullah. Surabaya: Risalah Gusti, 1996

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bibliografi Sebagai Suatu Pendekatan Keilmuan : Mengenal Kitab Al-Fihrist Karya Ibn Nadim

Abstrak Ibn Nadim merupakan salah satu tokoh yang mengenalkan suatu pendekatan studi Islam dengan caranya sendiri. Karyanya Kitab Al-Fihrist merupakan karya yang berusaha memahami dan sekaligus mengenalkan Islam melaui pendekatan bibliografis, yaitu kajian survey dan pencatatan terhadap literatur keislaman yang berkembang di dunia Islam, baik tentang materi ajaran Islam maupun tentang materi yang lain sebagai karya pencapain umat Islam. Karya ini setidaknya menggambarkan dua hal pokok, yaitu pertama menunjukkan tingkat pemahaman dengan berbagai difrensiasinya terhadap ajaran Islam, dan kedua menunjukan peta perkembangan dan pencapaian keilmuan umat Islam pada suatu masa tertentu.

Dunia Perbukuan Pada Masa Kejayaan Islam

Oleh : Agus Rifai Pustakawan Madya pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tradisi kepustakawanan tidak dapat dilepaskan dari dunia perbukuan. Buku merupakan salah satu bentuk media penyimpan informasi yang paling banyak dikenal masyarakat, dan merupakan salah satu jenis koleksi yang paling mendominasi di berbagai perpustakaan. Demikian pula dalam sejarah perpustakaan, buku merupakan sumber awal tumbuh dan berkembangnya perpustakaan-perpustakaan tanpa kecuali di dunia Islam.

Falsafah Iqra' dan Kepustakawanan Islam

  “ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS. 96: 1-5). Agama Islam diturunkan oleh Allah SWT.   sebagai agama bagi seluruh umat manusia. Ajaran-ajaran agama Islam yang sumber pada wahyu baik berupa al-Qur’an maupun hadits diyakini telah memuat ajaran-ajaran yang bersifat konprehensif dan universal. Al-Qur’an sebagai sumber pokok ajaran Islam telah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, dan berlaku sepanjang zaman. Selanjutnya hadits-hadits Nabi menjadi penjelasan ( al-bayan ), penguat ( al-ta’kid ), dan pemberi rincian ( al-tafshil ) pelaksanaan ajaran agama. Karakteristik komprehensifitas (kemenyeluruhan) al-Qur’an tersebut bukan berarti sumber-sumber pokok ajaran Islam tersebut telah me...